Innalillahi, Legenda Bulu Tangkis Tan Joe Hok Berpulang

admin

Kabar duka menyelimuti dunia bulu tangkis Indonesia. Salah satu legenda terbesar Tanah Air, Tan Joe Hok, telah berpulang.

Pebulu tangkis pertama Indonesia yang sukses menjuarai turnamen bergengsi All England ini mengembuskan napas terakhirnya pada Senin, 2 Juni 2025, pukul 10.52 WIB, di Rumah Sakit Medistra. Informasi menyedihkan ini disampaikan secara resmi oleh Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) melalui akun media sosial Instagram mereka.

Keterangan resmi PBSI tersebut, yang juga menyatakan, “Indonesia baru saja kehilangan legenda bulutangkis, Tan Joe Hok,” segera membanjiri kolom komentar dengan ucapan duka cita dari para penggemar dan warganet di seluruh penjuru.

Sepanjang hidupnya, Tan Joe Hok telah mengukir sejarah dan mengharumkan nama Indonesia di kancah kejuaraan bulu tangkis dunia. Lantas, bagaimana perjalanan hidup dan karier sang legenda ini?

Profil Tan Joe Hok: Legenda Bulu Tangkis Indonesia

Dikenal juga dengan nama Hendra Kertanegara, Tan Joe Hok lahir di Bandung pada 11 Agustus 1937. Sejak usia dini, kecintaannya pada bulu tangkis sudah terlihat. Ia mulai mengasah kemampuannya di lapangan yang dibangun sang ayah di depan rumah, kerap berlatih sejak pagi buta.

Latar belakang masa sulit pascaperang kemerdekaan Indonesia membentuk cita-cita sederhana Tan Joe Hok: “ingin hidup berkecukupan, bisa makan.” Sebuah doa tulus pun ia panjatkan, “Ya Tuhan, bawalah saya kepada apa yang saya impikan, apa yang saya tuju…” Doa itu menjadi pendorong utama di balik setiap pukulan dan lompatan di lapangan.

Perjalanan kariernya dimulai saat ia bergabung dengan klub Blue White di Bandung, setelah mendapat tawaran dari Lie Tjuk Kong. Titik terang bagi Tan Joe Hok sebagai atlet profesional datang pada tahun 1954. Di usia 17 tahun, ia berhasil mengalahkan Njoo Kiem Bie dan meraih gelar juara nasional, sebuah pencapaian yang membuka lebar pintu kesempatan baginya.

Setelah menjuarai turnamen nasional, berbagai undangan mulai berdatangan. “Saya mulai diundang ke kanan, ke kiri, dan saya pun diundang ke India bersama (pasangan juara All England) Ismail bin Mardjan dan Ong Poh Lin,” kenang Tan Joe Hok. Perjalanan ini membawanya menjelajahi kota-kota di India seperti Bombay, New Delhi, dan Calcutta, sebelum akhirnya menginjakkan kaki di Bangkok dan Singapura (yang kala itu masih bernama Malaya).

Dalam salah satu momen penting di perjalanan tersebut, Ismail bin Mardjan, seorang juara All England, memberikan motivasi mendalam. “Eh, Joe Hok, kamu akan menjadi yang terbaik di dunia. Asalkan kamu latihan keras seperti sekarang. Tetapi jangan hidupnya kayak saya ini…,” kata Ismail, mengingatkan Tan Joe Hok tentang realitas pahit seorang juara tanpa jaminan kesejahteraan. Ismail sendiri harus bekerja sebagai satpam meskipun pernah menjuarai All England, sebuah fakta yang membekas kuat di benak Tan Joe Hok.

Ucapan Ismail pun terbukti. Kerja keras dan doa Tan Joe Hok dikabulkan. Ia kemudian diundang ke turnamen paling bergengsi, All England, serta kejuaraan di Kanada dan Amerika Serikat. Dalam kurun waktu sekitar tiga minggu, ia berhasil menyabet gelar juara di ketiga turnamen tersebut, menegaskan posisinya sebagai bintang bulu tangkis yang sedang naik daun.

Mengukir Sejarah: Atlet Indonesia Pertama yang Meraih Gelar All England

Puncak karier Tan Joe Hok tiba pada tahun 1959, ketika ia berhasil mengukir sejarah sebagai atlet Indonesia pertama yang menjuarai All England. Di babak final yang mendebarkan, ia berhasil menaklukkan kompatriotnya, Ferry Sonneville. Kemenangan bersejarah ini tidak hanya mengguncang dunia bulu tangkis, tetapi juga menarik perhatian internasional.

Dampak kesuksesannya meluas hingga ke Amerika Serikat, di mana kisah kemenangannya diulas secara mendalam dalam majalah ternama Sports Illustrated edisi 13 April 1959. Popularitasnya membuka jalan baru; Tan Joe Hok bahkan mendapat beasiswa dari Baylor University di Texas, mengambil jurusan Premedical Major in Chemistry and Biology, sebuah pencapaian akademik yang luar biasa di tengah karier atletiknya yang cemerlang.

Meskipun disibukkan dengan studi, komitmen Tan Joe Hok terhadap Merah Putih tak pernah luntur. Ia sempat kembali ke Tanah Air untuk membela Indonesia di Piala Thomas 1961 di Jakarta dan 1964 di Tokyo. Pada tahun 1962, prestasinya berlanjut dengan peraihan medali emas di Asian Games. Namun, dedikasinya untuk mempertahankan Piala Thomas di Tokyo pada 1964 harus dibayar mahal; studi S-2-nya di Baylor terpaksa terhenti karena kekurangan credit hours.

Hingga kini, Tan Joe Hok tetap tercatat sebagai salah satu dari hanya lima tunggal putra Indonesia yang berhasil menjuarai All England. Empat legenda lainnya yang mengikuti jejaknya adalah Rudy Hartono, Liem Swie King, Ardy B. Wiranata, dan Hariyanto Arbi, menjadikan namanya abadi dalam deretan atlet elite Indonesia.

Perubahan Identitas: Dari Tan Joe Hok menjadi Hendra Kertanegara

Situasi politik yang tidak stabil pada pertengahan 1960-an, terutama hingga tahun 1965, berdampak besar pada kehidupan sosial dan juga dunia olahraga di Indonesia. Kondisi pemusatan latihan nasional (pelatnas) di Senayan, Jakarta, mengalami perubahan signifikan.

Pada suatu momen yang tak terlupakan, Kolonel Mulyono dari CPM Guntur, Jakarta Pusat, mengumpulkan seluruh atlet. Dalam pertemuan tersebut, ia menyampaikan instruksi agar para atlet yang memiliki nama Tionghoa untuk menggantinya dengan nama Indonesia.

Para anggota tim Piala Thomas, termasuk Tan Joe Hok, adalah salah satu yang “diberi nama” Indonesia. Mengenang momen tersebut, Tan Joe Hok mengungkapkan, “Saya diberi nama Hendra oleh (Panglima Kodam Siliwangi) HR Dharsono. Kartanegara saya karang sendiri, pokoknya ada ’tan’- nya.” Demikianlah, nama Hendra Kertanegara melekat padanya, menjadi bagian dari identitas barunya di tengah gejolak perubahan politik kala itu.

Dedikasi Berlanjut: Peran Tan Joe Hok setelah Pensiun sebagai Atlet

Gantung raket bukan berarti berhenti mengabdi. Dedikasi Tan Joe Hok terhadap bulu tangkis tidak pudar meskipun ia telah pensiun sebagai atlet profesional. Semangatnya untuk memajukan olahraga ini terus membara, mendorongnya untuk mendedikasikan diri sebagai seorang pelatih.

Pada tahun 1982, Tan Joe Hok bergabung dengan klub bulu tangkis ternama, PB Djarum, sebagai pelatih. Keahlian dan pengalamannya terbukti sangat berharga, mengantarkannya menjadi pelatih pelatnas untuk tim Piala Thomas 1984. Di bawah bimbingannya, tim Indonesia berhasil meraih kesuksesan gemilang, membawa pulang gelar juara Piala Thomas berkat performa cemerlang anak-anak asuhannya.

Sebagai pengakuan atas kontribusinya yang tak ternilai bagi dunia olahraga nasional, Tan Joe Hok dianugerahi Lifetime Achievement Award atau penghargaan seumur hidup oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada tahun 2021. Penghargaan ini menjadi penanda abadi warisan dan pengaruhnya yang mendalam dalam sejarah bulu tangkis Indonesia.

Also Read