Sebuah kapal bantuan kemanusiaan yang mengangkut rombongan aktivis internasional, termasuk Greta Thunberg, telah ditarik paksa ke pelabuhan Ashdod, Israel, pada Senin (9/6/2025). Pencegatan kapal ini terjadi di perairan internasional saat sedang berlayar menuju Jalur Gaza.
Kapal yang dinamai Madleen tersebut diketahui bertolak dari Sisilia, Italia, pada 1 Juni 2025, dengan membawa belasan aktivis internasional. Insiden ini sontak memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak, termasuk kelompok penyelenggara misi dan sejumlah pakar hukum internasional, yang secara tegas menuding Israel telah melanggar hukum internasional. Para aktivis yang berada di dalamnya kini menghadapi penahanan dan kemungkinan deportasi.
Koalisi Freedom Flotilla Coalition (FFC), sebagai penggagas misi kemanusiaan ini, menyatakan bahwa kapal mereka disita pada Senin sekitar pukul 04.02 pagi waktu setempat. Lokasi penyitaan berada sekitar 200 kilometer (120 mil) dari lepas pantai Gaza, dengan kapal tersebut tiba di Ashdod pada malam harinya. Misi ini sendiri diluncurkan untuk menarik perhatian dunia terhadap krisis kelaparan yang semakin mengancam di Jalur Gaza.
FFC sebelumnya merilis sebuah video yang direkam dari kapal, memperlihatkan momen ketika pasukan Israel menaiki kapal dan disebut “menculik” para aktivis, tampak tangan mereka terangkat. Selain Greta Thunberg, aktivis iklim yang dikenal luas, kapal itu juga mengangkut anggota Parlemen Eropa asal Prancis, Rima Hassan, di antara para aktivis lainnya. Huwaida Arraf, salah satu petinggi FFC, menyatakan kepada Al Jazeera bahwa belum ada kontak yang terjalin dengan para aktivis sejak mereka ditahan pada Senin dini hari.
“Kami memiliki pengacara yang siap sedia dan akan menuntut untuk mendapatkan akses kepada mereka malam ini—sesegera mungkin,” ujar Arraf. Ia menambahkan bahwa kapal Madleen berlayar di bawah bendera Inggris ketika direbut paksa oleh pasukan komando Israel. “Jadi Israel memasuki perairan internasional dan menyerang wilayah kedaulatan Inggris, yang jelas-jelas melanggar hukum,” tegasnya.
Pusat hukum Palestina, Adalah, yang menjadi kuasa hukum para aktivis, menegaskan bahwa Israel tidak memiliki kewenangan hukum untuk mengambil alih kapal tersebut. Mereka berpendapat bahwa kapal itu berada di perairan internasional dan tujuannya bukanlah Israel, melainkan perairan teritorial Negara Palestina. Adalah menyebut penangkapan dua belas aktivis tak bersenjata ini sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Diperkirakan, para aktivis akan ditahan di fasilitas penahanan sebelum kemudian dideportasi.
Francesca Albanese, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk wilayah Palestina yang diduduki, turut menyuarakan keprihatinannya. Ia menyatakan, “Israel sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk mencegat dan menghentikan kapal seperti ini, yang membawa bantuan kemanusiaan, dan lebih dari segalanya, kemanusiaan, bagi rakyat Gaza.” Sementara itu, Nour Odeh, koresponden Al Jazeera yang melaporkan dari Amman, Yordania, mengungkapkan bahwa para aktivis kemungkinan besar akan dituduh memasuki Israel secara ilegal.
“Para aktivis ini tidak berniat memasuki Israel. Mereka ingin mencapai pesisir Gaza, yang bukan bagian dari Israel,” jelasnya. “Namun, begitulah cara mereka akan diproses, dan mereka akan dideportasi karena hal tersebut.”